Sembari
membersihakan debu dan jaring laba-laba blog yang sudah lama tidak diurus.
“ndeh lah bakurang seh peminat e yang, lah kurang seh urang pai maasah”
Pasti
yang mengerti bahasa minang dan mengikuti tren kekinian paham kata-kata diatas.
Saya sudah lama ingin membuat tulisan tentang ini. Terutama ketika saya melihat
sepanjang jalan 4-5 pengasah batu akik yang berjarak tak sampai 3 meter satu
sama lain asyik mengasah batu akik. Kadang sesekali berhenti- menarik nafas
dari masker yang sudah dipakai berhari-hari. Sementara sipunya batu dengan
setia menanti batu akik selesai diasah – tidak peduli debunya memiliki
partikel-partikel tajam yang siap merusak tubuh.
Sumber : |
Saya
tidak ingin membahas mengenai batu akik, tidak ada ilmu saya disana. Membedakan
batu akik yang harganya 25 ribu dengan 25 juta saya tidak bisa. Yang katanya
disenteri untuk megecek keasliannya, jangan tanya saya, saya tidak punya ilmu
disana. Disini saya ingin membahas bagaimana sebuah tren dapat menjadi sangat
meledak di Indonesia. Sebelum batu akik tren, tentu sudah banyak tren-tren
lainnya di Indonesia. Seperti Fashion hijaber, K-Pop, Sulam alis, gadget, atau
yang lebih lawas celana pensil atau kuliah di jurusan tertentu yang katanya
keren juga bisa jadi tren yang berhembus di lingkungan masyarakat. Semuanya
mempunyai periode sendiri, mendadak muncul dan mendadak juga hilangnya.
sumber : |
Saya
pernah berdiskusi dengan teman yang pernah mengujungi negara lain dan kami
saling bertukar cerita apa saja pengalaman yang pernah kami miliki. Dia
mengutarakan bagaimana Indonesia kita tercinta ini menjadi sasaran empuk “panggaleh”
dari mana saja. Ada beberapa faktor yang
melatar belakanginya : saya hanya bisa menguraikannya beberapa, mungkin
dikesempatan lain akan diuraikan lebih banyak.
1. Orang
Indonesia terlalu asyik dengan media dan menjadi follower media. Media hari ini
adalah alat propaganda paling keren yang membuat masyarakat bisa jadi menit ini
menyukai A dan semenit kemudian beralih hati menyukai B. Banyak orang yang
kadang lupa bahwa apa yang diberitakan media tidak selamanya benar. Banyak yang
memanfaatkan media untuk memanipulasi keadaan. Kita bisa sangat terlihat baik
dimedia hanya karena banyak yang memuji dan bisa terlihat sangat buruk ketika
cemoohan datang menghujam. Zaman dengan akses info bebas tanpa batas membuat
kita bisa melabeli apa saja- termasuk melabeli sesuatu yang saat itu sedang
banyak diperbincangkan menjadi tren. Akses info membuat orang saling tau apa
yang sedang terjadi dan... kita masuk yang ke dua
sumber : |
2. Orang
Indonesia sangat tidak ingin kalah dalam hal
tren kekinian.
Saya sebenarnya juga tidak tau dari mana
sejarah masing-masing tren itu bermula. Tapi yang jelas suatu tren pasti
dimulai dari perbincangan sekelompok orang kemudian ditiru sekelompok orang
begitu seterusnya sampai terbentuk pemikiran bahwa apa yang sedang terjadi
keren dan sah-sah saja serta harus diikuti supaya kita masuk kedalam lingkaran
“anak kekinian”. Saya ambil contoh batu akik, dahulunya mohon maaf batu akik
identik dengan orang yang sudah berusia lanjut atau paranormal yang memberikan
kesan kuno dan menakutkan serta
mempunyai “isi” (aka Jin). Tapi begitu ada pemicunya batu akik lansung
menjelma menjadi batu keren, kekinian, sughoi, pokokeoke. Tua- muda, perempuan
apalagi laki-laki, semuanya saling berlomba-lomba, batu siapa yang paling
bagus. Saking ini menjadi tren yang melegenda, beberapa kali Fair-fair yang terjadi dikota padang
selalu diisi batu akik fair dan omset yang diraih tidak sedikit, bocoran yang
saya dapat hingga miliyaran
Sumber : |
Saya pernah melihat
sendiri kondisi tidak ingin kalahnya kita dalam urusan tren, Jadi salah satu
tren kedepan tampaknya adalah parkir motor atau mobil dimesjid-mesjid dan yang
jadi tukang parkir bukan orang dewasa tapi anak SMP dan SMA. Kalau ikut sholat
sih ngak apa-apa tapi kalau Cuma mau ngambil untungnya aja disitu kadang saya
merasa sedih. Balik ke batu akik, saat itu saya sholat disuatu mesjid yang
cukup ramai. Dipastikan penghasilan anak-anak disana lumayan lah – bisa
mencapai 50 ribu perhari. Saya jamaah yang terakhir keluar mesjid pada sholat
magrib kala itu. Setelah saya memberikan “uang parkir” 2 anak yang berjaga
bergegas berlari ke arah samping mesjid, saya ikuti mereka dan tara.. disana
sudah berdiri stand asahan batu akik. Saya hanya tertawa, jadi uang yang mereka
kumpulkan itu digunakan untuk ini. Itu hanyalah salah satu contoh sederhana
bagaimana kita tidak ingin kalah dalam hal tren dengan orang lain (bisa jadi
saya juga begitu). Selalu ingin punya apa yang sedang menjadi tren kekinian. Bahkan
rela mengorbankan/ melakukan apapun demi tren tersebut.
Saya
merasa hidup kita di Indonesia, hanyalah melewati hari-hari dari satu tren ke
tren lainnya. Mengikuti arus yang ada, hari ini jenis A yang ngetren semuanya
berbondong-bondong ke sana kemudian berganti lagi jenis B yang keren, semuanya
berlari menuju siapa yang paling ketje dan ‘gahol’. Sebenarnya
tidak ada yang salah dengan sebuah tren, saya sering mengambil keuntungan dari
tren yang terjadi. Ataupun negara lain juga punya tren tersendiri, tidak ada
yang salah sih dengan tren, manusiawi juga lah ya. Yang salah hanyalah
memaksakan diri agar bisa mengikuti suatu tren padahal kita tidak mampu untuk
mengikuti hal tersebut. Serta tidak memilih-milih mana tren yang diperbolehkan
dan tidak diperbolehkan (diperbolehkan disini dari segi kebiasaan dan agama,
contohnya seperti sulam alis itu dilarang bro diagama). Jadi diri sendiri itu
lebih baik. Tidak ada yang salah dengan tren apalagi trennya menuju kebaikan
atau tren berprestasi, wah itu mah kece banget.
Sumber : |
Oh iya saya mengambil contoh diatas
batu akik, tidak ada maksud apa-apa ya – jangan marah bagi penggemar batu akik.
Cuma itu yang bersifat kekinian untuk saat ini, sampai kenang-kenang Konferensi
Asia Afrika kemarin batu akik loh bro, bukti betapa mendunianya batu akik ini.
I like it...
BalasHapus