senioritas, masih jaman ?
Tahun ajaran akan segera berakhir. SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi sama-sama akan melakukan ‘regenerasi’ alias penerimaan mahasiswa baru. 1 bulan kedepan masyarakat akan disibukan dengan agenda pendaftaran ulang, bolak-balik sekolah baru dan mengikuti rentetan kegiatan mahasiswa baru lainnya.
Satu kebiasaan penerimaan mahasiswa
baru yang sudah ada semenjak ‘amak’(nenek) saya masih kecil ialah senioritas
disaat penerimaan mahasiswa baru. Senioritas ? apa itu senioritas? Menurut KBBI senioritas ialah prioritas status atau tingkatan yg
diperoleh dr umur atau lamanya bekerja. Artinya ialah ada jarak antara
anak lama dan baru.
Kebanyakan
ajang senioritas hanyalah ajang dimana senior ingin sekali dikenal dan ditakuti
oleh juniornya, sebenarnya hal seperti ini untuk apa? Kadang perasaan ini muncul karena : “kan kita-kita udah
duluan masuk, mereka harus hormat donk
dengan kita, mereka kan Cuma tamu baru” atau perasaan dimana senior ingin
sekali dihormati dan dipuja oleh junior. Ingin menjadi yang paling beken dikalangan junior. Atau jawaban
lainnya : untuk melatih kedisiplinan, untuk menjadi dekat dengan masyarakat
kampus. Ada cara yang lebih elegant untuk membuat maba menjadi lebih disiplin
dan lebih dekat dengan kakak kelasnya. Bukan dengan ajang perploncoan yang
tidak sesuai lagi dengan zaman sekarang yang sudah canggih, maju dan terdidik.
Saya
pernah diospek dengan keras dan kasar. Walaupun saya short term memory, namun masih ada kata-kata kasar seorang senior
yang masih saya ingat. Menurut saya kata-kata itu diluar batas kewajaran. Apakah
setelah itu saya dekat dengan senior itu ? TIDAK. TIDAK akan ada yang namanya
akrab setelah kita dimarah-marahi tidak jelas. Kita tidak punya salah apa-apa. Tiba-tiba
dimarahi. Pasti jawaban ini akan sering keluar “ya iyalah, anak manja, mana
bisa digituin”. Bantahan saya,
berarti senior yang mengatakan ini belum melihat dunia luar yang jauh lebih
maju dan modern. Anak manja dan bukan
anak manja akan kesal dan sakit hati ketika dimarahi tidak jelas, dilempari
dengan kata-kata kasar dan seniornya berlagak seperti raja yang apa
keinginannya harus diikuti. Apalagi nanti levelnya manusia remaja dan dewasa
awal seperti SMA dan kuliah dimana mereka sudah bisa berfikir sendiri.
Percayalah
orang yang dibesarkan dengan kata-kata kasar akan menjadi orang pembangkang,
walaupun tidak ditunjukan minimal didalam hati. Yakin kita tidak akan
meminta bantuan kepada junior dikemudian hari ? istilah minangnya “jan tagigik lidah dek dulu sok senior, kini
lebih lunak gigi dari pado lidah dek ka mintak tolong?”
Hati-hati
bagi kampus/ fakultas yang masih menjalani aksi senioritas terutama bagi
daerah-daerah yang terkenal dengan kesopan-santunannya. Ajang penerimaan
mahasiswa baru merupakan penilaian awal
dan seolah-olah bagi mahasiswa baru mencerminkan kultur dikampus tersebut. Dari
awal yang mereka lihat hanyalah perploncoan, kekerasan, maka sampai akhir
mereka akan beranggapan, ini adalah kampus dimana saya diajarkan untuk
membangkang dan ketakukan untuk mengeluarkan pendapat. Dari awal yang terlihat
bagi mereka adalah senior yang suka melanggar tatib kampus, acak-acakan,dll
maka mereka akan mengikutinya. Sepayah apapun pihak kampus menyuarakan tentang
ini akan sama saja. Mereka tidak peduli. Yang mereka tau apa yang mereka lihat
diawal.
Dan juga yang paling disayangkan itu ialah kampus / jurusan yang slogannya dekat dengan masyarakat seperti kesehatan. Apa hubungannya ? pernah dengar "lebih baik berobat ke rumah sakit swasta bayar mahal dari pada ke rumah sakit negeri tapi makan hati karena pelayanannya yang jelek?" saya sering. selalu beredar istilah seperti itu yang perawatnya jutek, dokternya kasar, bidannya cemberut, apoteker seenaknya dan bidang lainnya. Bidang ilmu ini pasti sudah mempelajari yang namanya pelayanan profesional, dimana sebagai tenaga kesehatan kita harus bersikap secara profesional, ramah dan lainnya. Ini teori banget bukan. nah kenapa ini masih belum bisa dirubah ketika kita bekerja didunia nyata ? karena mental yang sudah terbangun bahwa diantara kita terbangun jarak superior - inferior (walaupun slogannya pasien dan dokter rekan bukan objek, namun masih belum sesuai dengan teori), mental yang terbangun diantara kita (senior dan junior) ada jarak sehingga setiap adek kelas yang baru masuk ke suatu bagian ada 'pembullyan'. aduh lupa, bahwa bisa saja besok si adek yang dibegitukan menjadi pimpinan kerjanya. Coba kita sebagai tenaga kesehatan yang disumpah untuk mengamdikan diri untuk rakyat dengan bekerja ramah dan profesional. Tentu saja tingkah laku ini tercipta dimulai sejak masih kuliah. Sifat tidak bisa dibuat-buat. Kalau masih suka kesenioritas-an. Maka ya susah membangun sifat berempati.
Saya mempunyai trik bagi kakak kelas yang ingin sekali dikenal oleh junior. Bukan dengan perploncoan tapi dengan :
Dan juga yang paling disayangkan itu ialah kampus / jurusan yang slogannya dekat dengan masyarakat seperti kesehatan. Apa hubungannya ? pernah dengar "lebih baik berobat ke rumah sakit swasta bayar mahal dari pada ke rumah sakit negeri tapi makan hati karena pelayanannya yang jelek?" saya sering. selalu beredar istilah seperti itu yang perawatnya jutek, dokternya kasar, bidannya cemberut, apoteker seenaknya dan bidang lainnya. Bidang ilmu ini pasti sudah mempelajari yang namanya pelayanan profesional, dimana sebagai tenaga kesehatan kita harus bersikap secara profesional, ramah dan lainnya. Ini teori banget bukan. nah kenapa ini masih belum bisa dirubah ketika kita bekerja didunia nyata ? karena mental yang sudah terbangun bahwa diantara kita terbangun jarak superior - inferior (walaupun slogannya pasien dan dokter rekan bukan objek, namun masih belum sesuai dengan teori), mental yang terbangun diantara kita (senior dan junior) ada jarak sehingga setiap adek kelas yang baru masuk ke suatu bagian ada 'pembullyan'. aduh lupa, bahwa bisa saja besok si adek yang dibegitukan menjadi pimpinan kerjanya. Coba kita sebagai tenaga kesehatan yang disumpah untuk mengamdikan diri untuk rakyat dengan bekerja ramah dan profesional. Tentu saja tingkah laku ini tercipta dimulai sejak masih kuliah. Sifat tidak bisa dibuat-buat. Kalau masih suka kesenioritas-an. Maka ya susah membangun sifat berempati.
Saya mempunyai trik bagi kakak kelas yang ingin sekali dikenal oleh junior. Bukan dengan perploncoan tapi dengan :
1. Kakak
kelas buatlah prestasi sebanyak mungkin, dengan seperti itu bagaimanapun
kondisi kakak kelas, akan dicari oleh junior untuk dimintai pendapatnya
2. Kakak
kelas aktiflah dalam kegiatan yang positif, seperti organisasi, minat bakat dan
lainnya. Yakinlah adek kelas akan bertanya dan menjadikan anda kakak kelas yang
menjadi rujukan kakak kelas
3. Kakak
kelas tidak boleh pernah melanggar tatib kampus. Artinya ialah kakak kelas yang
bisa menjadi panutan mahasiswa
4. Kakak
kelas aktiflah dalam kegiatan eksternal dan internal kampus. Maka adek kelas
dengan sendirinya akan bertanya dan menjadikan kakak kelas sebagai pemandu diskusi
Mari
menjadi kakak kelas yang aktif dan berkontributif yang bisa menjadi teladan bagi adek kelasnya, maka yakinlah apapun yang si kakak kelas instruksikan adek-adeknya akan menurut dan menjadikan kakak kelasnya rujukan. Bukan dengan
perploncoan yang sudah tidak zaman lagi.
Walaupun
budaya ini sudah seperti berakar dikalangan mahasiswa. Yakinlah teman-teman
semua. Ada cara yang lebih elegant untuk membuat mahasiswa baru menjadi lebih
disiplin, termotivasi dan menjadi orang yang luar biasa. Tidak dengan
perploncoan/ senioritas/ apalah namanya. Sekarang zaman dimana kita harus
menumbuh kembangkan minat mahasiswa satu persatu bukan zaman untuk membuat
mereka takut, tertekan dan pembangkang.
Hidup
mahasiswa !!
ka corrina... follow blog aku ya. fikapuspita.blogspot.com
BalasHapusudah dek fika :)
BalasHapus