Juara 2 Lomba Cerpen Pekan Kreativitas Muslimah Tingkat Sumatera Barat FKI Rabbani - Unand
MEMBERSAMAIMU
……. “Kau benar-benar membuatku kecewa,
dasar tidak berguna” aku melempar jauh dia yang telah membersamaiku. Dia hanya
diam bahkan tidak bereaksi sedikitpun, pasrah mungkin akan nasibnya…………..
*****************************************************************
Siang ini terasa amat berbeda, panas
sekali, bahkan rasanya ujung-ujung kulitku sudah berteriak kebakaran. Suhu
hampir melewati ambang batas kewajaran tapi untuk tetap menonjolkan kemulusan
dan hitam legam lambaianya masih menjadi gengsi utamaku. Peduli setan dengan
panas, yang penting aku tetap yang tercantik diantara mereka.
Lingkunganku mulai berbeda dari
biasanya, kalau dahulu semasa SMP aku berbaur dengan anak kulit putih dan
modis. Namun sekarang, hanya kepala berkerudung yang kulihat disudut kiri dan
kanannya. “Dasar tidak modis, baju macam
apa itu, kayak punya nenek-nenek”
umpatku dalam hati kepada teman seangkatan baruku, aku sering memperhatikan
mereka. Aku merasa ‘aduh dandanan
mereka itu loh tidak modis sama
sekali’.
“Hai varta, kemesjid yuk” salah seorang
teman seangkatanku menarik tas ranselku.
“Eh
iya, duluan aja, aku sholat dirumah”
aku merasa mereka sok sekali mengajakku kemesjid, mereka siapa sih, alimnya pake acara sok-sok an.
Siapa sih yang tidak suka dipuja dan
digandrungi cowok-cowok, haduh, ini
yang kusuka, digandrungi banyak
lelaki. Semakin mereka memuja kecantikanku. Semakin akan aku perlihatkan kepada
mereka bahwa aku cantik dan layak dipuja. Dilingkungan ini aku merasa paling
cantik, ih siapa coba yang akan menyaingiku
semuanya kampungan sih, batinku
seolah-olah menang.
SMS dan telfon datang bertubi-tubi,
minta kenalanlah, salah sambunglah, alah gaya mereka saja sindir hatiku. Aku hanya
tersenyum. Banyak juga ya pemujaku. Aku merasa semakin menang dan senang. Semakin
hari mereka yang ingin kenalan dan dinobatkan menjadi pemujaku semakin
bertambah saja jumlahnya. Otomatis aku harus selalu tampil modis dan cantik
setiap saat. Siapa sih yang tidak
kenal varta? itu loh wanita tercantik
satu SMA ini, batinku berteriak senang.
Setiap pagi selalu ada saja yang menjemputku
dan memberikan barang-barang kesukaanku. Mereka entah sudah membuat jadwal
sendiri untuk memikat hatiku, tapi tentu saja bagiku itu hanya sebatas
kesenangan dan pemanfaatan semata.
******************************************
“
Ha dia? Tidak lebih….” Aku sayup mendengar mereka pemujaku membicarakan tentang
diriku, ku pasang telinga lebih tajam
“Diakan
hanya untuk main-main, siapa coba
yang mau serius sama dia, sudah bekas banyak orang, ih, kalau gue mah
ogah, dia itu ngak lebih buat
senang-senang aja boy”
“Iya
bener banget, pasti suaminya rugi banget dapet istri kayak dia, udah sering dimainin orang” terdengar
tawa mereka pecah dilangit-langit sekolah.
Aku diam terpaku. Rasanya kali ini harga
diriku jatuh sekali. Aku balik arah dan pulang. Mereka benar-benar menampar
keras diriku. Selama ini, ah, siapa
yang tidak akan memuja kecantikanku. Sekali lihat dapat dipastikan mereka akan
tunduk dan jadi pemujaku. Sekarang ? Entahlah.
Lama sekali aku merenung mengenai ini. Jadi
selama ini mereka hanya menjadikan diriku objek kesenangan mereka. Hati kecilku
sebenarnya tahu, tapi dipuja dan diagungkan itu benar membuatku lupa. Dirumah,
aku hanya menangis sejadinya. Aku jatuh, aku tidak berharga lagi.
Aku
mulai mencari entah siapa yang akan mengobati luka hatiku. Kutelfon satu
persatu mereka yang kukenal sebagai sahabat, tapi mereka tidak memberikan
apa-apa, simpati saja tidak. Sampai pada nomor terakhir, berharap dia mau
menjawab dan memberikan sedikit
suplemen buat hatiku. Luar biasa, dia
peduli, bahkan menjajikan surat untukku.
“Wahai wanita cantik, kecantikanmu
bukanlah untuk dinikmati setiap orang”
“Wahai wanita cantik, kecantikanmu
adalah hadiah terindah untuk suamimu”
“Wahai
wanita cantik, kecantikanmu adalah mutiara yang harus dijaga dan diserahkan
kepada yang berhak. Maka tutuplah apa yang akan dihadiahkan nanti”
Kertas itu membuat aku tersentak dan sadar.
Batinku menjawab tutup saja -- tutup saja -- tutup saja. Maka hari itu aku
bertekad menggunakan pelindung tubuh dan kepala. Tidak ada lagi kulit
mulus yang terpampang, tidak ada lagi
rambut hitam legam terurai. Aku juga sudah tidak lagi merespon sms dan telfon
dari pemujaku.
“Apa
sih ? sok alim sekarang ya. Sadar donk kamu itu udah kami mainin ya, trus
mau jadi alim, biar ada yang simpati?” mereka yang selama ini menjadi pemujaku. Bahkan sekarang berada
digardu depan mencemooh dan menghinaku. Aku hanya diam dan tidak mengindahkan
mereka.
“Kau benar-benar membuatku kecewa, dasar
tidak berguna” aku melempar jauh dia yang telah membersamaiku. Dia hanya diam bahkan
tidak bereaksi sedikitpun. Pasrah mungkin akan nasibnya. jelbab yang tidak bersalah itu menjadi hempasan kemarahanku. Aku
sudah berusaha merubah diri, tapi mereka masih saja menganggap hina diriku.
Apakah aku benar-benar hina ? Apa jelbab
ini tidak berguna? Aku benar-benar sudah tidak bisa lagi menerima cemoohan
mantan pemujaku. Didalam kemelut panjang kucari lagi dia yang telah membuatku
membersamainya. Kami bertemu dilorong sekolah. Dengan suara khas dan nadanya
yang lembut. Dia tersenyum dan menasehatiku lagi
…….“Wahai wanita cantik, kita dinilai
bukan dari kecantikan lahiriah, tapi kecantikan kita dinilai sejauh mana kita
bertakwa kepada Allah. Wahai wanita cantik, tidak usah pedulikan mereka yang menghina
dan menghambat langkahmu. Bukan jelbab
ini yang membuat kita alim, tapi dengan jelbab
ini yang membuat kita semakin ingin memperbaiki diri”
Dia membantuku memasangkan lagi jelbab
yang telah terlempar jauh, dibersihkannya, aku pasang dan kami seolah-olah
menyatu lagi, saling membersamai lagi “Semangat karena Allah temanku” dia
berteriak lantang dan membuat aku memiliki semangat lagi. Aku senyum dan patah-patah
mengulangi kalimatnya. “Semangat karena Allah temanku………….”
0 komentar:
Posting Komentar